JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo saat rapat terbatas di Kantor Presiden, Selasa (8/1/2019) lalu, menyebut, kerugian akibat kemacetan yang terjadi di Jabodetabek mencapai Rp 65 triliun per tahun.
Presiden menilai, integrasi antarmoda dan intramoda diperlukan untuk mengatasi persoalan tersebut.
Pemerintah pun berupaya mengatasinya dengan membangun LRT dan MRT yang kelak akan terintegrasi dengan kereta Commuter Line, Transjakarta, hingga kereta Bandara International Soekarno-Hatta.
Menurut Country Director Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia Yoga Adiwinarto integrasi antar angkutan umum tidak cukup bila hanya berbicara tentang rute tanpa menyinggung tarif.
Baca juga: Rp 65 Triliun Hilang Per Tahun akibat Kemacetan di Jadebotabek
"Orang kadang males juga ya, 'duh saya bayar Rp 4.000 naik angkot. Mending kalau angkotnya sekali, kalau nyambung kan harus bayar Rp 8.000. Belum lagi kalau naik Transjakarta harus nambah Rp 3.500'," ucap dia saat dihubungi Kompas.com, Jumat (11/1/2019).
"Nanti sampai ujung nyambung lagi. Akhirnya banyak biayanya. Ujung-ujungnya naik Gojek aja deh. Jangan-jangan biayanya enggak beda dan bahkan lebih murah," imbuh dia.
Yoga mengatakan, apa yang telah dilakukan Pemprov DKI dengan menerapkan Jak Lingko saat ini sudah cukup baik. Sebab, masyarakat pemegang kartu cukup membayar Rp 5.000 setiap tiga jam.
Sebagai ilustrasi, pengguna Jak Lingko saat tap in di Transjakarta pukul 07.00 WIB cukup bayar Rp 3.500.
Baca juga: Enam Penyebab Orang Malas Naik Angkutan Umum
Selanjutnya, ia berganti rute dan tap in kembali pukul 09.00, cukup membayar Rp 1.500. Lalu, ketika akan tap in kembali pukul 10.00 WIB, ia cukup bayar Rp 0.
"Kenapa 3 jam? Mungkin kan perjalanan dari rumah ke kantor kan memakan waktu tiga jam. Kalau tiga jam ini mungkin dia sudah sampai kantor. Dia nanti meeting lagi, pakai angkutan umum, sudah beda jenis," tutur Yoga.
Meski dari sisi tarif Jak Lingko sudah cukup baik, Yoga menyayangkan, kebijakan itu baru diterapkan pada angkot eksisting.
Di sisi lain, masih banyak angkutan kota yang sudah tidak laik operasi sehingga dianggap kurang nyaman oleh masyarakat.
Pada akhirnya, masyarakat pun menjadi enggan kembali untuk naik angkutan umum tersebut.
"Kadang bagi orang jakarta itu murah enggak penting, yang penting nyaman. Jadi yang berikutnya harus ada upgrade di armadanya," tutup Yoga.
Baca lanjutan nya buka link di samping https://properti.kompas.com/read/2019/01/11/150000121/integrasi-angkutan-massal-harus-mencakup-rute-dan-tarif
No comments:
Post a Comment