Menurut Djoko Setijowarno, Peneliti Lab. Transportasi dan Staf Pengajar Prodi Teknik Sipil, Unika Soegijapranata, Semarang, saat ini kehadiran layanan angkutan yang berbasis teknologi telah menjadi alternatif kendaraan idaman bagi sebagian besar masyarakat yang tinggal di perkotaan. Ambil contoh ojek online (ojol). Bagi publik, ojol dianggap sebagai transportasi yang efektif dan efisien untuk membantu mobilitas seseorang di tengah padatnya aktivitas keseharian. "Publik menganggap murah dan mudah memperolehnya (ojol)," ujarnya lewat pesan pendek yang diterima Gatra.com, Sabtu (30/6).
Namun Djoko mengatakan, saat ini perkembangannya, ojek sudah membuat lalu lintas wajah kota semakin tidak tertata. Banyak ojek parkir sembarangan, trotoar digunakan sebagai jalur mobilitas dan parkir. Ojek juga terlihat sering melawan arus. Belum lagi, handphone ditempatkan di atas dashboard, yang mana merupakan pelanggaran lalu lintas. Mengemudi sambil menggunakan earphones. "Ini membahayakan pengemudi dan juga penumpang," ujarnya lagi.
Dari analisa Djoko, salah satu alasan mengapa ojek tidak dianggap sebagai angkutan umum, sebenarnya karena sepeda motor di Indonesia sudah menjadi monster kematian di jalan raya. Data Korlantas Polri menunjukkan keterlibatan sepeda motor dari keseluruhan kecelakaan pada 2015 sebesar 70 persen, lalu di 2016 naik jadi 71 persen, dan tetap sama pada 2017 (71 persen).
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sudah memberikan perintah kepada pemerintah dan pemda untuk mengembangkan dan menyediakan angkutan umum massal dengan menggunakan mobil penumpang dan bus (Pasal 139 dan 158 UU LLAJ). Namun dalam perkembangannya, kondisi angkutan umum kurang dan tidak sama sekali dilirik kepala daerah untuk dikembangkan. "Akhirnya, munculah sepeda motor sebagai pengganti angkutan umum," katanya lagi.
Kendaraan roda dua sudah diizinkan untuk mengangkut barang. Dalam PP Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan, antara lain disebutkan lebar barang muatan tidak boleh melebihi setang kemudi. Sepeda motor dapat mengangkut orang, namun bukan sebagai angkutan umum. Dalam kondisi transisi seperti sekarang, ojek masih dapat beroperasi dalam wilayah yang terbatas. "Bukan harus beroperasi hingga di jalan-jalan utama dalam kota, seperti yang terjadi sekarang di banyak kota di Indonesia," katanya lagi.
Djoko berharap, pemerintah jangan terlalu lama membiarkan bisnis ojek online angkut orang. Menurutnya, orang bepergian harus dilindungi dengan layanan transportasi umum yang humanis.
Menurut Djoko, sejatinya, pengemudi ojek online bukan profesi menjanjikan. Hanya untuk sementara dan jangan berlanjut lama. Jam kerja dan sistem point telah membuat pengemudi ojek online bekerja tidak mengenal waktu (rata-rata lebih dari 8 jam sehari) dan tidak ada waktu libur. Jika sakit dan mendapat bantuan BPJS, negara juga yang merugi.
"Negara harus hadir melindungi mereka, bukan membiarkan menjadi bahan bulan-bulanan aplikator perusahaan online seolah memberi lapangan pekerjaan dan mengatasi pengangguran," ujarnya lagi.
Untuk sementara waktu, penyelenggaraan ojek online dapat diatur oleh pemda. Baik wilayah operasi maupun jam operasinya.
Reporter : Umaya Khusniah
Editor : Flora L.Y. Barus
No comments:
Post a Comment