Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi dalam diskusi di Jakarta, Selasa, menjelaskan toleransi tersebut yaitu masih diperbolehkan hingga kelebihan muatan sebanyak 50 persen.
"Hasil diskusi kemarin karena sembako hajat hidup orang banyak, jangan sampai berpengaruh terhadap harga. Jadi 50 persen toleransi `overloading` belum kami tilang," katanya.
Dia mengatakan keputusan tersebut merupakan hasil dari usulan para pelaku usaha serta sudah dibahas dengan Kementerian Perhubungan.
"Saya diminta `road map`, ternyata setelah saya mendengarkan semua pelaku, saya lapor Pak Menteri dan internal kami, staf ahli, sangat ideal tetap kami berlakukan tapi lakukan langkah-langkah kebijakan itu," katanya.
Baca juga: Angkutan barang bermuatan lebih akan ditindak tegas
Budi mengatakan pihaknya juga telah menyampaikan kepada sejumlah asosiasi, seperti Organisasi Angkutan Darat (Organda), Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) dan Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) terkait toleransi tersebut.
Dia juga mengantisipasi apabila terdapat penerapan yang belum berjalan lancar karena baru pertama kali dilakukan pada Rabu (1/8).
Dari penerapan tersebut, lanjut dia, pihaknya juga akan mengevaluasi penerapan tersebut dan dimungkinkan untuk terjadi penyesuaian-penyesuaian.
"Namanya juga baru pertama kali dinamikanya ada terhadap hal-hal kondisi yang ada di lapangan," katanya.
Pemberlakuan kebijakan untuk membatasi angkutan kelebihan dimensi dan muatan (overdimension overload) akan dimulai pada 1 Agustus 2018.
Budi mengatakan sudah banyak berkurang dari data sebelumnya, yaitu mencapai 78,60 persen terhitung mulai dari 19 April sampai 30 Juni 2018.
"Dari 55.000 truk yang masuk, yang melanggar itu 43.239 truk atau 78,60 persen, bayangkan hampir semua melanggar," katanya.
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perhubungan Carmelita Hartoto mengatakan para pelaku usaha truk menginginkan ada perbaikan kinerja sektor truk dengan menertibkan truk yang melanggar overdimensi dan overloading agar mengurangi kemacetan untuk mendorong produktivitaa angkutan truk dan menekan angka kecelakaan.
"Para pelaku usaha truk juga memiliki keresahan yang sama soal ini karena selama ini truk dinilai sebagai angkutan barang paling murah," katanya.
Carmelita menambahkan penerapan pada 1 Agustus memerlukan kerja sama dan kesamaan pemahaman seluruh pemangku kepentingan, baik pemerintah, para pelaku usaha truk dan juga para pemilik barang sebagai pengusaha.
"Kesepahaman antara pemerintah, pelaku usaha truk dan para pemilik barang sebagai pengguna jasa diperlukan agar penertiban pada awal Agustus dapat berjalan baik," katanya.
Baca juga: Angkutan barang diberi jeda 12 jam di Ketapang-Gilimanuk
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Subagyo
COPYRIGHT © ANTARA 2018
No comments:
Post a Comment