Pages

Thursday, June 21, 2018

Evaluasi Angkutan Lebaran 2018

Jakarta - Penyelenggaraan angkutan mudik Lebaran 2018 dapat dikatakan sukses karena terbebas dari momok kemacetan. Selama 30 tahun momok angkutan mudik Lebaran adalah kemacetan; bahkan sempat muncul kasus Brexit yang menewaskan hingga 17 orang di Tol Brebes Timur (Brexit) pada 2016 lalu. Namun, momok kemacetan itu tidak ditemukan lagi pada angkutan mudik Lebaran 2018 ini. Kemacetan memang sempat terjadi (12/6 malam hingga 13/6 pagi) di sejumlah ruas tol Jakarta-Cikampek-Cipali, tapi dapat segera diurai dengan menerapkan sistem contra flow, sehingga kemacetan tidak sampai menjadi momok.

Terbebasnya momok kemacetan itu disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, berfungsinya Tol Trans Jawa, baik yang beroperasional secara komersial maupun yang masih fungsional. Bedanya, yang beroperasi penuh itu penggunaannya sudah dua arah, dua lajur dan tidak perlu penjagaan khusus, sedangkan yang masih fungsional itu hanya satu arah, satu lajur, dan perlu penjagaan agar tidak terjadi kemacetan atau kendala lain, seperti kecelakaan lalu lintas.

Kedua, libur panjang baik sebelum Hari H maupun setelah Hari H yang memungkinkan warga dapat mengatur perjalanan mudiknya lebih leluasa. Pada mudik Lebaran sebelumnya, arus mudik bertumpu pada H-3 sampai H-2 dan arus balik menumpuk di H+2 hingga H+3, tapi pada musim mudik Lebaran 2018 arus mudik terjadi sejak H-7 hingga H-2, sedangkan arus baliknya dimulai dari H+2 hingga H+4 . Dengan panjangnya durasi waktu mudik/arus balik itu secara otomatis memecah konsentrasi pergerakan warga sehingga tidak menumpuk pada satu tanggal saja. Bila waktu liburnya pendek, konsentrasi arus mudik/balik menumpuk di tanggal yang sama.

Ketiga, banyak pemudik yang terangkut oleh program mudik gratis, baik yang diselenggarakan oleh Kementerian Perhubungan, BUMN, swasta independen (tidak terafiliasi dengan kekuatan politik mana pun), partai politik, maupun komunitas-komunitas (umumnya komunitas kampung halaman). Jumlah pemudik gratis yang difasilitasi oleh swasta independen, partai politik, maupun komunitas kampung halaman boleh jadi jauh lebih banyak dibandingkan dengan mudik gratis yang diselenggarakan oleh Kementerian Perhubungan maupun BUMN.

Keempat, boleh jadi arus mudik Lebaran 2018 ini mengalami penurunan. Hal itu terlihat dari tiga indikator: 1). menurunnya tingkat keramaian di desa-desa tujuan mudik; 2) kondisi lalu lintas di Jakarta yang tidak selengang sebelumnya; serta 3) data Jasa Marga, mengenai jumlah kendaraan yang keluar Pintu Tol Cikampek sejak H-10 sampai H+1 mengalami penurunan, yaitu dari 1.192.704 unit (Lebaran 2017) menjadi 995.393 unit (turun 16,54%) pada Lebaran 2018 ini.

Kemungkinan terjadinya penurunan arus mudik itu sudah saya perkirakan sebelumnya mengingat Lebaran 2018 ini bersamaan dengan waktu pencarian sekolah/kampus baru sehingga banyak keluarga yang memilih mengalokasikan dananya untuk mencari sekolah/kuliah anak daripada untuk mudik Lebaran. Kecuali itu, makin banyak keluarga yang sudah ditinggalkan oleh orangtua mereka sehingga merasa tidak ada ikatan kuat lagi untuk mudik.

Penurunan Angka Laka Lantas

Penyelenggaraan angkutan mudik Lebaran 2018 ini dapat dikatakan sukses juga karena mampu menekan angka kecelakaan lalu lintas (Laka Lantas) hingga mencapai 60% dibandingkan pada periode sebelumnya. Turunnya angka Laka Lantas itu tidak terlepas dari kerja keras para petugas Korlantas Polri yang dibantu oleh TNI serta stakeholder lain, seperti Kemenhub/Dinas Perhubungan, Kementerian Kesehatan, dan PUPR dalam mengamankan arus mudik, yang selalu berjaga di setiap sudut jalan, terlebih yang diperkirakan akan mengalami kendala, seperti halnya di Jembatan Kali Kenteng di tol fungsional dari Salatiga-Kartasura.

Para petugas selalu siap di sana, termasuk siap mendorong kendaraan yang mengalami kesulitan untuk menanjak. Kerja keras dan kekompakan petugas di lapangan, termasuk pelibatan TNI dalam mengamankan arus mudik adalah hal baru yang patut diapresiasi.

Pada penyelenggaraan angkutan mudik Lebaran sebelumnya, selain kemacetan, yang menjadi momok adalah tingginya korban jiwa akibat Laka Lantas. Meskipun jumlahnya lebih kecil dibandingkan dengan korban Laka Lantas harian, tapi tingginya jumlah korban meninggal saat mudik Lebaran menjadi keprihatinan kita bersama karena tujuan mudik adalah membangun silaturahmi dengan orangtua atau warga kampung, kalau sampai meninggal karena Laka Lantas, berarti tujuan mudik gagal.

Dalam banyak kesempatan, Direktur Keamanan dan Keselamatan Korlantas Polri, Brigjen Chrisnanda Dwi Laksana selalu menegaskan bahwa kecelakaan itu bukan soal angka, tapi soal kemanusiaan. Meskipun kecil, kalau membawa korban jiwa tetap menimbulkan kepedihan pada keluarga yang ditinggalkan. Oleh karena itu, target dari penyelenggaraan angkutan mudik Lebaran adalah zero accident.

Guna mengurangi tingkat kecelakaan pada saat mudik Lebaran, sebaiknya Pemerintah mulai Lebaran 2019 nanti memborong layanan seluruh bus AKAP di Indonesia dan bus AKDP (Antar Kota Dalam Provinsi) selama dua minggu. Bus AKAP untuk melayani mudik gratis, sedangkan bus AKDP untuk melayani mobilitas antarwilayah pada saat silaturahmi, sehingga dapat mengurangi penggunaan sepeda motor. Pengguna bus itu 90% dari golongan menengah ke bawah.

Membeli layanan bus AKAP adalah memberikan subsidi tepat sasaran kepada warga miskin untuk dapat turut merayakan Lebaran. Kendala program mudik gratis yang diadakan oleh Kemenhub dan BUMN adalah jadwalnya sudah ditentukan sehingga kurang fleksibel bagi sebagian calon pemudik. Tidak ada salahnya pemerintah setahun sekali memanjakan warga kurang mampu untuk turut mudik dan bersilaturahmi secara gratis dengan bus AKAP/AKDP.

Fokus Pada Angkutan Air

Sampai penyelenggaraan mudik Lebaran 2018 ini untuk moda transportasi udara, kereta api (KA), dan darat dapat dikatakan telah selesai, yang diperlukan tinggal peningkatan kualitas layanan saja, sedangkan PR terbesar pemerintah untuk angkutan adalah mengurangi angka Laka. Yang sampai sekarang belum beres adalah angkutan air, baik laut, sungai, maupun danau. Angkutan air ini masih banyak problem, baik penyediaan infrastruktur, sarana, maupun kualitas layanan.

Setiap tahun selalu terjadi kecelakaan untuk angkutan air pada saat musim mudik Lebaran. Bahkan pada musim Mudik Lebaran 2018 ada tiga kecelakaan kapal yang menelan korban semuanya mencapai 82 orang. Kecelakaan kapal pertama menimpa Kapal KM Arista Jurusan Pelabuhan Paotere Makassar menuju Barrang Lompo. Kapal tenggelam di Perairan Makassar, Selat Gusung (13/6), 16 orang tewas dan dua penumpang belum ditemukan.

Pada tanggal kecelakaan menimpa pada kapal KM Albert di Pulau Maspari Sumatra Selatan, tiga orang meninggal dari 27 penumpang. KM Albert ini bertolak dari Dermaga Speed Lidah, Kampung Sukadamai Toboali, Kabupaten Bangka Selatan sekitar pukul 07.00 menuju ke Dusun Sungai Pasir, Kecamatan Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatra Selatan. Sedangkan kecelakaan kapal ketiga menimpa KM Sinar Bangun di Danau Toba. Ketiga kapal tersebut adalah kapal yang diusahakan oleh masyarakat sendiri, sehingga mereka kurang peduli aspek keselamatan, yang penting adalah keuntungan.

Oleh karena itu, pemerintah saatnya fokus untuk memperhatikan keselamatan angkutan air ini agar pada Lebaran 2019 tidak ada kecelakaan kapal pelayaran rakyat lagi. Dukungan untuk peningkatan keselamatan perlu diberikan kepada para operator kapal mengingat mereka telah berjasa melayani warga. Hal itu penting mengingat Indonesia bukan hanya daratan saja, tapi juga kepulauan. Orang Kepulauan juga berhak merayakan Lebaran dengan penuh suka cita.

Darmaningtyas Ketua INSTRAN dan Ketua Bidang Advokasi MTI (Masyarakat Transportasi Indonesia)

(mmu/mmu)

Tulisan ini adalah kiriman dari pembaca detik, isi dari tulisan di luar tanggung jawab redaksi. Ingin membuat tulisan kamu sendiri? Klik di sini sekarang!

Let's block ads! (Why?)

Baca lanjutan nya buka link di samping https://news.detik.com/kolom/d-4075975/evaluasi-angkutan-lebaran-2018

No comments:

Post a Comment