Jokowi Diminta Segera Atasi Permasalahan Tarif Angkutan Penyeberangan
JAKARTA, suaramerdeka.com – Praktisi dan pemerhati sektor transportasi logistik, Bambang Haryo Soekartono (BHS) meminta Presiden Jokowi segera mengatasi permasalahan tarif angkutan penyeberangan. Pasalnya keterlibatan Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi dalam penetapan tarif angkutan penyeberangan dinilai langkah mundur, karena dapat memperpanjang rantai birokrasi dan menghambat usaha.
"Hal ini terbukti dengan berlarut-larutnya penetapan tarif penyeberangan (kapal ferry) yang telah diusulkan Kementerian Perhubungan sejak akhir tahun lalu. Untuk itu harus dikaji kembali oleh Kemenko Marves. Padahal pembahasan tarif di Kemenhub sudah molor selama 1,5 tahun dan belum pernah naik sejak 3 tahun lalu. Sesuai regulasi, evaluasi tarif penyeberangan seharusnya dilakukan 6 bulan sekali," ujar Bambang, Selasa (21/1).
Menurutnya, keterlibatan Kemenko Marves dalam evaluasi tarif penyeberangan bertentangan dengan semangat Inpres No. 7/2019 tentang Percepatan Kemudahan Berusaha.
“Kemenko Marves justru menghambat kemudahan berusaha karena birokrasi makin panjang dan bertele-tele, tidak sesuai dengan jargon Presiden Jokowi memangkas regulasi dan birokrasi,” imbuhnya.
Bambang menerangkan, sejak era Orde Baru, birokrasi evaluasi tarif telah dipangkas dengan menghilangkan mekanisme melalui DPR RI sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 21/1992 tentang Pelayaran. Ketentuan itu diperkuat dengan PP No. 82/1999 tentang Angkutan di Perairan, yang menyebutkan penetapan tarif cukup melalui Menteri Perhubungan.
“Orde Baru sekalipun menyadari tarif angkutan adalah masalah krusial karena menyangkut keselamatan penumpang dan logistik. Seharusnya pemerintahan Jokowi yang berorientasi maritim lebih sensitif dan responsif,” tuturnya.
Selain itu, Bambang juga menilai Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan terkesan tidak mengerti sektor transportasi dan maritim, sehingga lamban merespons usulan tarif penyeberangan.
Menurut dia, dampak kenaikan tarif terhadap harga barang yang diangkut hanya 0,05 persen sehingga tidak perlu dikhawatirkan. Kenaikan itu mungkin kecil bagi pemilik barang, tetapi besar artinya bagi angkutan penyeberangan untuk menjaga kelangsungan usaha dan menjamin keselamatan nyawa publik.
"Evaluasi tarif penyeberangan sebenarnya bukan domain Menko Marves, melainkan Menko Perekonomian. Jika pun terlibat, Menko sebaiknya hanya mengawasi dan membantu agar birokrasinya lancar. Bukan justru menciptakan birokrasi baru."
Anggota DPR RI periode 2014-2019 itu menilai, jika angkutan penyeberangan berhenti operasi dalam waktu dekat karena kesulitan membayar gaji karyawan dan kewajiban lain. Kalau penyeberangan kolaps dampaknya sangat luas, angkutan penumpang dan logistik terhenti sehingga ekonomi akan berhenti.
Oleh karena itu, BHS mendesak Presiden Joko Widodo memperhatikan masalah ini. Karena penetapan tarif ini sudah molor cukup lama, sementara kondisi usaha penyeberangan nasional semakin kritis.
Selain terganjal birokrasi, Bambang Haryo Soekartono juga menilai sektor pelayaran kini juga dibebani banyak regulasi baru yang menambah biaya hingga 100 persen, belum termasuk kenaikan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) hingga 1.000 persen.
(Pamungkas Ashadi/CN39/SM Network)
Baca lanjutan nya buka link di samping https://www.suaramerdeka.com/news/baca/214705/jokowi-diminta-segera-atasi-permasalahan-tarif-angkutan-penyeberangan
No comments:
Post a Comment