Angkutan Konvensional Merasa Makin Terjepit
PURWOKERTO - Problematika seputar dunia transportasi masih bergulir. Angkutan umum konvensional merasa semakin terjepit, hal itu ditandai dari semakin berkurangnya penumpang. Kondisi tersebut salah satunya dipaparkan Manajer Koperasi Banyumas Taksi (Kobata) Andri Aji Gunawan.
Menurutnya jumlah penumpang moda transportasi yang ia kelola, semakin berkurang. Hal itu ditandai dari semakin sedikitnya order yang masuk. "Order pesanan taksi, mulai terasa berkurang sejak awal Februari 2018, dan benar-benar terlihat pada Maret 2018, sampai sekarang," jelasnya, Selasa (14/11).
Ia mengungkapkan, beberapa tahun lalu setiap hari pihaknya menerima rata-rata 600 order. Namun demikian, beberapa bulan belakangan, setiap hari rata-rata hanya sekitar 100 order. Kondisi itu, menurutnya juga berpengaruh terhadap jumlah armada yang beroperasi. Dari total armada taksi yang ia kelola sebanyak 101 unit, tinggal separuh yang beroperasi.
"Saya tidak mau menyalahkan siapa-siapa, yang saya pikirkan hanya bagaimana kelangsungan usaha, juga nasib driver-driver saya," tuturnya. Ia mengatakan, pihaknya bersama Organda Banyumas sudah beberapa kali menggelar audiensi dengan pemerintah dan para pihak terkait, untuk mencari solusi mengenai permasalahan ini.
"Terakhir, kita audiensi dengan para pihak terkait di Kemangi, 8 Agustus lalu," ucapnya. Dalam pemberitaan Suara Merdeka, saat itu Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kabupaten Banyumas menuntut ketegasan pemerintah mengenai angkutan online.
Salah satu peserta rapat koordinasi, Istamina pada waktu itu menjelaskan, dalam berbagai kesempatan pihaknya selalu mengeluhkan kondisi tersebut, namun demikian pemerintah di daerah tetap tidak dapat mengambil tindakan tegas, sebab memang menjadi ranah pemerintah pusat. Oleh sebab itu menurutnya perlu ada inovasi tersendiri guna mengatur transportasi online.
Sementara, saat itu Kepala Dishub Kabupaten Banyumas Sugeng Hardoyo menjelaskan, berkaitan dengan tuntutan Organda mengenai angkutan online, menurut dia, pihaknya memiliki keterbatasan kewenangan dalam hal penindakan.
Lebih lanjut Andri menuturkan, upaya menyesuaikan diri dengan teknologi menurutnya sudah dilakukan. Saat ini menurutnya taksi Kobata sebagian besar juga sudah bergabung dengan aplikasi online.
Namun demikian, pada kenyataannya hal itu masih tetap belum dapat menutup biaya operasional. Ia menilai, beberapa hal yang menyebabkan biaya operasional tetap besar, salah satunya berasal dari biaya bahan bakar. "Sesuai regulasi, tarif taksi (konvensional) itu per kilometer Rp 4.250, itu sudah mencakup biaya bahan bakar, upah driver, juga setoran.
Sementara online setengahnya," kata dia. Mobil yang digunakan taksi online kebanyakan menggunakan mesin jenis baru yang konsumsi bahan bakarnya lebih hemat. Sehingga dengan tarif setengah dari tarif taksi konvensional, masih tetap bisa menutup biaya operasional. Karena mereka konsumsi bahan bakarnya jauh lebih hemat.
"Jika kita diminta bertanding, tentu jelas tidak seimbang. Jika ingin bertahan, kami harus mencari terobosan, semisal mengganti kendaraan dengan yang lebih hemat bahan bakar misalnya," imbuh dia. (K17-20)
Berita Terkait
No comments:
Post a Comment