KETIKA status layanan ojek daring (Ojol – ojek online) belum disepakati baik antara pemerintah, operator online, dan mitra pengemudinya, misalnya soal tarif dan insentif serta status hukum, sesuatu yang sangat dahsyat telah terjadi namun hampir tidak terdeteksi.
Sesuatu yang dahsyat itu adalah terkait peran transportasi online yang sangat besar, tidak hanya dari jumlah pengemudi, uang yang beredar, namun juga makin tergantungnya masyarakat pada moda transportasi ini.
Sadarkah kita, dengan jutaan pengemudi online, apakah itu dari Go-Jek atau dari Grab, pertumbuhan ekonomi kita membaik?
Hingga saat ini kita menempatkan Go-Jek dan sejenisnya itu sebagai rekan yang disayang karena makin dibutuhkan, tetapi juga dibenci.
Mereka tidak boleh parkir di dekat gerbang perkantoran atau perbelanjaan, tidak boleh menumpang istirahat sambil menunggu order di pos jaga Hansip di kampung. Bahkan kalau masuk satu kompleks semua kaca jendela harus terbuka, sepertinya dicurigai membawa teroris.
Padahal mereka saat ini sangat membantu dalam upaya pengurangan kemacetan di kota-kota besar karena banyak orang meninggalkan kendaraan bermotornya di rumah. Tetapi mereka juga dituduh membuat gerai retail tumbang karena berkurangnya orang berbelanja, juga restoran-restoran, hampir segala macam.
Baca juga: Komisi V: Pemerintah Perlu Atur Kontrak Kerja Perusahaan Ojek Online
Dengan online kini semua bisnis buka sepanjang hari, orang bisa order masakan gulai atau nasi uduk, ayam bakar jam 3 pagi untuk sahur. Kapan saja bisa pesan pakaian, sepatu, atau aksesoris lewat online dan diantar sampai depan pintu rumah kita.
Industri dan pengusaha rumahan kini tidak perlu menyewa toko di kompleks pertokoan yang mahal, cukup di rumah saja. Restoran bento yang terkenal malah ada di satu rumah di Meruya, menjajakan “bento kids” lewat online, dan makanan yang disukai anak-anak saat berulang tahun itu diantar oleh jasa antar onl.
Ada catatan anggota Presidum Pengurus Pusat Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Muslich Zainal Asikin. Katanya, dari satu operator transportasi online saja sehari ada 2,5 juta perjalanan di Jakarta.
Ini jelas kalahkan peran transjakarta yang hanya mengangkut 400 ribu penumpang, bahkan KCJ (Kereta Commuter Jakarta – KRL) yang mengangkut 989.000 penumpang sehari se-Jabodetabek. Padahal baik transjakarta maupun KCJ, semuanya mendapat subsidi triliunan rupiah dari pemerintah, transportasi online tidak sepeser pun, mereka modal sendiri.
Tumbuh 8,6 persen
Pasar uang menyebutkan, valuasi Gojek saat ini lebih dari Rp 50 triliun. Berapa valuasi moda angkota kota lainnya? Transportasi online memang makin meraksasa, terutama dengan makin besarnya uang yang beredar.
Hasil survei yang dilakukan Indef yang mewawancara 516 responden mendapati kenyataan yang mendebarkan, transportasi online kini menjadi penyelamat perekonomian Indonesia.
Menurut Bima Yusdistira dari Indef, ketika saat ini pertumbuhan ekonomi kita berhenti pada 5 persen, sektor transportasi (online) malah tumbuh 8,6 persen selama triwulan satu tahun 2018 dibanding periode sama tahun 2017.
Baca juga: Indef Soroti Akuisisi Uber oleh Grab dan Nasib Pengemudinya
Penyerapan tenaga kerja juga tinggi di sektor ini dibanding sektor pertambangan yang berkurang 700.000an orang dan industri yang berkurang148.000 orang. Pada tiga tahun pertama periode SBY-Budiono terjadi pengurangan pekerja sampai 259.000 orang, pada 3 tahun periode SBY- JK jumlah pekerja turun dengan 95.000 orang tetapi pada periode 3 tahun pertama Jokowi-JK, justru terjadi kenaikan pekerja sebanyak 169.000 orang, sebagian dari sektor transportasi.
Lebih lanjut Indef mendapati kenyataan bahwa pendapatan pengemudi online termasuk insentif, mencapai Rp 3 juta (motor) sampai Rp 4,5 juta (mobil). Satu pengemudi onjek online bisa mendapat 11 sampai 16 penumpang sehari.
Sementara pertumbuhan jumlah pekerja transportasi justru tidak didorong pemerintah, malah ada kesan pemerintah alergi terhadap keberadaan transportasi online. Antara lain karena sepeda motor tidak termasuk dalam salah satu moda angkutan menurut aturan perundangan.
Tumbuhnya layanan transportasi online kemungkinan akan berkembang menjadi industri teknologi finansial (fintech) karena tingginya lalu lintas uang, antara lain dengan Go-pay.
Muslich mencontohkan, ia dan istrinya mengeluarkan uang untuk transportasi online sampai Rp 1 juta sepekan.
Sama dengan kebanyakan penduduk urban, ia mulai mengandangkan kendaraan bermotornya karena transportasi online telah mampu membuat pelanggan menjadi raja. Online menjemput di depan pintu rumah dan mengantarkan sampai depan pintu tujuan.
Baca lanjutan nya buka link di samping https://ekonomi.kompas.com/read/2018/06/07/122413226/angkutan-daring-yang-menggerakkan-ekonomi
No comments:
Post a Comment